Sunday, March 16, 2025

Penerapan Diklat In-On-In untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Melakukan Penelitian Tindakan Kelas

PENERAPAN DIKLAT IN-ON-IN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU
DALAM MELAKUKAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh: Zulyetti, SS., M.Ed (zulyetti.zulyetti@gmail.com)

 

ABSTRAK

Tulisan ini membahas tentang penerapan Model Pelatihan In-On-In untuk meningkatkan motivasi guru dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pembahasan diawali dengan penjelasan singkat tentang PTK dan pentingnya bagi guru melakukan PTK, karakteristik pelatihan yang efektif serta pelaksanaan diklat in-on-in Penelitian Tindakan Kelas.

 

A.       PENDAHULUAN

Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah wajib bagi guru profesional. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 16 tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya mengatur dengan jelas tentang hal ini. Akan tetapi dengan terbitnya peraturan ini, banyak guru yang mengalami kesulitan dalam peningkatan karir dan jabatan mereka terutama dalam memenuhi tuntutan pelakanaan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Banyak yang mengalami stagnan dalam pengembangan karir dan kepangkatannya sebagai guru, terutama guru yang telah berada di golongan IV/a menuju ke IV/b dimana guru dituntut untuk melakukan kegiatan publikasi ilmiah untuk kenaikan pangkat dan jabatannya. Data dari kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2011 menunjukan bahwa 123.000 guru tidak mengalami kenaikan pangkat dari pangkat IV/a ke IV/b selama lebih dari 5 tahun.

Artikel ini membahas tentang penerapan pola pelatihan yang efektif yang dapat membantu serta memotivasi guru dalam melaksanakan dan membuat laporan penelitian tindakan kelas. Dengan pola pelatihan in-on-in diharapakan dapat membantu guru dalam memulai penelitian tindakan kelas.

B.       PENTINGNYA BAGI GURU MELAKSANAKAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Melaksanakan Penelitian tindakan kelas dinilai bermanfaat bagi guru. Menurut Suharsimi (2002), melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis. Upaya PTK diharapkan dapat menciptakan sebuah budaya belajar (learning culture) di kalangan guru-siswa di sekolah. PTK menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja, sebab pendekatan penelitian ini menempatkan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sebagai peneliti, sebagai agen perubahan yang pola kerjanya bersifat kolaboratif.

Suharsimi (2002) juga menambahkan bahwa PTK merupakan paparan gabungan definisi dari tiga kata ”penelitian, tindakan, dan kelas”. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kualitas diberbagai bidang.Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya berbentuk rangkaian periode / siklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama. Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classroom Action Research yaitu suatu action research (penelitian tindakan) yang dilakukan di kelas.

C.       PELATIHAN YANG EFFEKTIF

Beberapa penelitian telah dilakukan tentang pelatihan yang effektif bagi guru dalam meningkatkan kompetensi guru dengan melihat akibat perubahannya pada guru itu sendiri, siswa, sekolah dan pemerintah pada umumnya. Dari hasil penelitian tersebut diidentifikasi beberap faktor yang sebaiknya diperhatikan dalam sebuah pelatihan agar dapat dikategorikan sebagai pelatihanyang efektif; yaitu desain waktu dan metode penyampaian, materi pelatihan, evaluasi pelatihan dan program tindak lanjut.

1.       Desain waktu dan metode penyampaian pelatihan

Desain waktu pelatihan adalah faktor penting dalam menentukan efektifitas sebuah pelatihan. Kebanyakan pelatihan yang dilaksanakan didesain sebagai pelatihan singkat dengan durasi tertentu antara 3 hari sampai beberapa minggu. Desain program pelatihan seperti ini disebut dengan ‘one-shot’ strategies. Akan tetapi, menurut Mirici (2006) , desain pelatihan one-shot strategy ini kurang efektif dibandingkan dengan ‘ongoing programme’. “Ongoing programmes are generally considered more fruitful and effective in achieving the desired objective than one-shot teacher training programs” (Mirici, 2006, p. 157). Sejalan dengan ini, Fullan (1980, dikutip dari CERI, 1982, p. 54) sependapat bahwa “most in-service training is “ineffective because it is frequently based on one-shot workshops involving a large or in any case undifferentiated group of teachers, and provides limited time for teachers to learn”. Dengan kata lain, pelatihan singkat dengan jangka waktu tertentu dianggap kurang efektif karena desain  pelatihan seperti ini membatasi kesempatan belajar guru.  Ferguson and Donno (2003), menambahkan bahwa jangka waktu sebuah pelatihan adalah hal penting untuk menentukan keefektifan sebuah pelatihan karena terbatas waktu yang tersedia juga akan membatasi kesempatan peserta pelatihan untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka.

Metode penyampain juga berperan penting dalam pelatihan. Sebuah pelatihan yang hanya berdasarkan penyampaian dan pemaparan teori akan materi tertentu, menurut Ur (1992) sudah tidak lagi sesuai dan efektif sebagai metode penyampaian materi dalam pelatihan. Menurutnya sebuah pelatihan untuk pengembangan keprofesionalan haruslah berdasarkan  “theory of action”, yaitu “a thoughtful, systematic, and principled rationale underlying practice by means of continual interaction between the theoretical and practical components of a course” (1992, p.56).  lebih lanjut Ur menjelaskan bahwa:

The main objective of an effective ELT course must be the development of trainee teachers’ personal theory of action; and hence its main focus should be an ELT pedagogy course into which teaching practice and observation is integrated, and which uses a variety of experiential techniques as well as lectures, reading, discussion (Ur, 1992, p. 60).

Hal ini menyiratkan bahwa metode penyampaian materi dalam sebuah pelatihan sebaiknya berbariasi mulai dari kegiatan pemaparan teori sampai kepada penerapan dari teori yang telah dipaparkan.

2.       Komponen Pelatihan

Fullan (1980, cited in CERI, 1982, p. 54) menyatakan bahwa salah satu penyebab sebuah pelatihan yang dilaksanakan menjadi tidak efektif adalah materi pelatihan yang disajikan tidak sesuai dengan kebutuhan guu. Hal ini mengindikasikan bahwa materi sebuah pelatihan sebaiknya dideasain sesuai dengan kebutuhan yang mendesak yang dibutuhkan oleh peserta pelatihan, terutama materi yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi peserta pelatihan. Hal ini akan berdampak pada motivasi dan keseriusan peserta dalam mengikuti pelatihan.

3.       Evaluasi pelatihan dan program tindak lanjut

Pelatihan yang tidak disertai dengan evaluasi dan program tindak lanjut merupakan salah satu penyebab sebuah pelatihan dapat dikategorikan sebagai pelatihan yang tidak efektif  (Fullan (1980), dikutip dari CERI, 1982,hal. 54). Sebagaiman diungkapkan oleh Gemmell, King, Randall and Sutherland, 2003, (dikutip dari  Balchin, Randall and Tunner, 2006), kebanyak evaluasi pelatihan yang dilakukan hanya berkisar pada pengukuran hal-hal teknis seperti tingkat kepuasan pesetta terhadap materi pelatihan atau pelatih / narasumber. Sebaiknya evaluasi juga dilakukan untuk mengukur tingkat pembelajaran peserta dan perubahan tingkah laku peserta sebagai akibat dari hasil pelatihan.

D.       PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS DENGAN MODEL IN-ON-IN

1.       Setting Pelatihan

Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model In-On-In dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2014.  Pelatihan ini diikuti oleh 40 orang guru yang terdiri dari 32 orang guru laki-laki dan 8 orang guru perempuan. Seluruh peserta pelatihan adalah guru PNS memiliki pangkat IV/a dengan masa kepangkatan lebih dari 5 tahun. Kegiatan ini berlangsung selama 3 bulan 8 hari mulai Agustus sampai dengan November 2014.

2.       Desain pelatihan

Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas ini didesain menggunakan model In-On-In yang terdiri dari kegiatan In-service Learning 1, On the Job Learning dan In-service Learning 2.  Secara keseluruhan, kegiatan ini berlangsung selama 3 bulan 8 hari (Agustus sampai dengan November 2014) yang terdiri dari 5 hari untuk kegiatan In-service Learning 1, 3 bulan untuk kegiatan On the job Learning dan 3 hari untuk kegiatan In-service learning 2.

Metode penyampaian materi pelatihan juga dikombinasikan antara pemaparan teori tentang Penelitian Tindakan Kelas dan penerapkan teori-toeri tersebut dalam bentuk kegiatan simulasi, latihan, diskusi dan presentasi pada kegiatan In service learning 1 dan 2. Kemudian juga dikombinasikan dengan praktek melaksanakan penelitian tindakan kelas di kegiatan On the job learning serta penulisan pelaporan.

3.       Komponen Pelatihan

Dalam kegiatan In-service learning 1 yang terdiri dari 42 jam pelajaran, dibahas tentang teori tentang penelitian tindakan kelas dengan materi pokok yaitu  konsep dasar Penelitian Tindakan Kelas, tahap persiapan PTK, tahap perencanaan PTK, Tahap pelaksanaan PTK, tahap pengamatan PTK, tahap Refleksi PTK dan tahap pelaporan PTK.

Materi pokok konsep dasar PTK memuat tentang definisi, manfaat, tujuan dan teori-teori yang menjadi dasar pelaksanaan PTK. Materi tahap persiapan ptk memuat tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang guru sebelum memulai melakukan penelitian tindakan. Dimulai dari mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh guru didalam kelas, kemudian menganalisis dan merumuskan masalah yang telah diidentifikasi kemudian rumusan masalah tersebut dibuatkan hipothesis penyelesaiannya. Hal inilah dijadikan dasar untuk merencanakan PTK. Materi selanjutnya adalah tahap perencanaan PTK. Materi ini memuat tentang merencanakan PTK yang akan dilakukan dimulai dari menetapkam materi pokok yang menjadi permasalahan, menetapkan rencana siklus yang akan diterapkan serta menyusun silabus dan RPP. Kemudian, materi tahap pelaksanaanPTK membahas tentang bagaimana sebuah PTK dilaksanakan. Materi ini diiringi dan sejalan dengan materi tahap pengamatan PTK  yang membahas tentang bagaimana pengamatan pelaksanaan sebuah PTK sebaiknya dilakukan. Materi dilanjutkan dengan tahap refleksi PTK yang mencakup kegiatan  analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang telah dilakukan.    Hasil refleksi berupa kesimpulan yang mantap dan tajam. Hasil refleksi digunakan untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan PTK.  Bila masalah PTK belum tuntas atau indikator belum tercapai, maka PTK akan dilanjutkan pada siklus berikutnya melalui tahap-tahap yang sama dengan siklus sebelumnya. Kemudian materi diklat diakhiri dengan materi tahap pelaporan PTK. Pada matreri pelaporan PTK ini dibahas tentang sistematika penulisan laporan PTK. Kegiatan in-service learning 1 ini diakhiri dengan membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) tentang penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan oleh peserta dalam kurun waktu 3 bulan.

Dalam Kegiatan On the Job Learning,  peserta melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan seluruh pengetahuan dan keterampilanyang telah mereka dapatkan selama kegiatan in-service learning 1. Pada tahap ini, peserta akan dibimbing dan dimonitoring pelaksanaan penelitian tindakan kelasnya oleh fasilitator sebanyak 3 kali pertemuan dalam kurun waktu 3 bulan.

Setelah selesai melaksanakan kegiatan on the job learning, dilanjutkn pada kegiatan in-sevice learning 2. Pada kegiatan ini peserta menyerahkan draft laporan penelitian yang telah mereka laksanakan serta mempresentasikan hasil kegiatan tersebut dalam kelas untuk diberi masukan dan saran oleh fasilitator maupun peserta diklat yang lain.

Kegiatan ini diakhiri dengan menyerahkan laporan final penelitian tindakan kelas setelah direvisi sesuai dengan masukan, kritikan dan saran dari hasil kegiatn in-service learning 2.  Untuk kegiatan revisi ini peserta diberikan waktu maksiml 3 minggu untuk menyelesaikan revisi laporan tersebut.

4.       Evaluasi dan Tindak lanjut Pelatihan

Evaluasi dan tindak lanjut pelatihan dilakukan untuk kegiatan in-service learning 1 dan 2 maupun on the job learning. Evaluasi untuk kegiatan in-service 1 dan 2 dilaksanakan menggunakan instrumen evaluasi penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan diakhir pelatihan. Instrumen ini berisi 11 pertanyaan untuk mengukur tingkat relevansi dan efektifitas pelatihan berdasarkan kebutuhan peserta. Selain itu juga digunakan instrumen smiley face untuk mengukur tingkat kepuasaan peserta setiap hari diakhir pelatihan. Hasil evaluasi smiley face ini digunakan untuk bahan melakukan perbaikan pada hari berikutnya.

5.       Hasil Pelatihan

Hasil pelatihan penelitian tindakan kelas ini menunjukan bahwa 97,5% peserta  (39 orang dari 40 peserta) termotivasi untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dan berhasil menyelesaikan laporan PTK. 1 orang peserta tidak dapat menyelesaikan penelitian tindakan kelas dan menyusun pelaporannya karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.

Dari 39 orang peserta yang mampu menyelesaikan penelitian tindakan kelas dan pelaporannya. Seluruh peserta mengatakan bahwa pelatihan in-on-in ini memberikan mereka waktu dan bimbingan yang cukup yang mereka butuhkan untuk melakukan sebuah penelitian dan membuat pelaporannya. Pelatihan yang mereka ikuti benar-benar bermanfaat dalam membangun pengetahuan dan keterampilan tentang penelitian tindakan kelas. Bahkan mereka juga mengatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan penelitian yang mereka dapatkan juga dapat diterapkan untuk penelitian lain selain PTK.

Kegiatan in-service learning 1 dirasakan oleh peserta sangat bermanfaat dalam membangun pengetahuan dan pemahaman mereka tentang konsep-konsep penelitian tindakan kelas. Metode penyampaian materi yang bervariasi sangat menyenangkan dan tidak membosankan. Bahkan peserta juga mengatakan mereka dapat membangun kerjasama yang baik bahkan sampai diluar pelatihan karena pelatihan selalu dilakukan dalam kelompok.

Kegiatan on the job learning adalah hal yang paling disukai peserta dari pelatihan PTK dengan model In-on-in ini.  Kegiatan yang berdurasi selama lebih kurang 3 bulan ini memberikan  waktu yang cukup bagi peserta  untuk menerapkan teori-toeri penelitian yang didapatkan dalam kegiatan in-service learning 1. Lagi pula, kegiatan on the job learning ini dilengkapi dengan kegiatan mentoring dan monitoring yang dilakukan oleh fasilitator selama kegiatan on the job learning berlangsung. Peserta merasa kegiatan monitoring dan mentoring ini sangat bermanfaat dalam membimbing dan memonitor keterlaksanaan tugas ojl yang mereka lakukan yaitu melakukan penelitian tindakan kelas dan menyusun pelaporannya dalam bentuk laporan PTK.

E.       PENUTUP

Dengan dukungan yang tepat seperti pelatihan model  in-on-in,  dapat memotivasi dan meningkatkan kemampuan guru untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas yang merupakan salah satu syarat untuk pengembangan karir dan kepangkatan guru khususnya guru PNS. Diharapkan dengan pelatihan in-on-in ini,  masalah guru PNS yang tidak dapat naik pangkat dari golongan IV/a keatas yang terbentur karena tidak melaksanakan kegiatan publikasi ilmiah dapat diatasi.

F.       DAFTAR PUSTAKA

Balchin, N., Randall, L., & Tunner, S. (2006). The couch consult methods: A model for a sustainable change in schools. Educational psychology in practice. 22(3), 237-254.
CERI (Centre for Educational Research and Innovation) (1982). In-service education and training of teachers: A condition for educational change. Paris: OECD.
Mirici, I.H. (2006). Electronic in-service teacher-training for the new national EFL curriculum in Turkey. Turkish online journal of distance education-TOJDE.  7(1), 155-164.
Ur, P. (1992). Teacher learning. ELT Journal. 46(2). 56-61.
Suharsimi, Arikunto (2002),  Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta