MENGUKUR TINGKAT KEBERHASILAN DIKLAT DENGAN EVALUASI MODEL SUMMATIVE
PADA DIKLAT PKB KS/M
Oleh: Warsito, S.Si, MT (warsito_w@yahoo.com)
ABSTRAK
Diklat merupakan salah satu sarana peningkatan kualitas pendidikan. Di negara-negara maju, diklat menjadi program pokok yang diprioritaskan. Salah satu bentuk pengontrolan mutu diklat yaitu mengukur tingkat keberhasilan diklat.
Diklat Pengembangan Keprofesian Berkelanjtan (PKB) kepala sekolah/madrasah Tingkat SD/MI bertujuan memberikan kemampuan dasar kompetensi tingkat dasar bagi kepala sekolah/madrasah. Dalam penelitian ini teknik pengukuran yang digunakan adalah model summative, yaitu dengan mengukur tingkat ketercapaian diklat dibandingkan terhadap tujuan yang ingin dicapai. Pengukutan melalui instrumen dengan melakukan survey malalui sudut pandang peserta diklat setelah mengikuti kegiatan. Survey dilakukan dengan menggunakan instrumen. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis sejauh mana kompetensi yang didapatkan dan bagaimana relevansi di tempat tugas.
Dari hasil analisis data hasil instrumen diklat ini mendapat predikat baik dengan aspek relevansi menempati nilai tertinggi. Peserta mendapatkan kompetensi yang dibutuhkan serta relevan dengan tugas kepala sekolah di sekolah. Adapun yang perlu di perbaiki diantaranya waktu pelatihan dan tanggal pelaksanaan.
Pola pelatihan ini sangat baik untuk diselenggarakan kepada kepala sekolah lain. Sehingga tidak ada lagi kepala sekolah yang tidak mengetahui tugas pokok dalam memimpin sekolah.
Kata Kunci : tingkat keberhasilan diklat, model summative, diklat PKB
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kepala sekolah merupakan orang yang memegang peran kunci dalam keberhasilan pendidikan di sekolah tersebut. Maju mundurnya, pasang surutnya, hitam putihnya sekolah tergantung dari bagaimana seorang kepala sekolah dapat memimpin sekolah tersebut. Namun terkadang jabatan kepala sekolah pilih secara benar orang yang memiliki kompetensi di dalamnya. Kadang bahkan tidak sedikit daerah-daerah yang kurang peduli bahkan pejabat pemda yang memanfaatkan kepala sekolah untuk kepentingan kekuasaan pribadi atau politik. Inilah yang mengakibatkan kepala sekolah yang terpilih kurang kompeten, tidak memiliki idealisme, KKN, bahkan sampai menjadikan sekolah sebagai ajang bisnis pribadi. Dengan program dana BOS yang alokasinya menggunakan jumlah peserta didik di sekolah saat ini membuat kepala sekolah negeri berlomba-lomba menerima siswa sebanyak-banyaknya, tanpa mempertimbangkan kualitas lagi. Mereka menggunakan sistem penerimaan siswa melalui jalur khusus dengan kuota yang besar, melalui negosiasi dengan orang tua siswa yang menjadi bisnis menggiurkan kepala sekolah. Sehingga sekolah-sekolah swasta kekurangan peminat, sehingga banyak yang satu kelasnya kurang dari 10 orang. Anehnya pejabat Dinas Pendidikan Kab/Kota banyak yang membiarkannya. Bahkan ada yang mengeluarkan pernyataan “Kalau sekolah swasta tak mampu bersaing ya tutup aja..”, seolah-olah tutup mata terhadap nasib pengembang sekolah swasta yang makin hari makin banyak sekolah yang tutup.
Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang sudah dicanangkan pemerintah merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara terus menerus. Kegiatan ini telah dimulai 4 tahun yang lalu dengan bekerjasama dengan pemerintah Australia. Program ini dirancang dari tim pengembang pelatihan di pusat yang mengadopsi dari berbagai perkembangan pelatihan di dalam maupun luar negeri. Mereka mengembangkan dengan bekerjasana dengan konsultan pendidikan dari australia yang membantu pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan melalui pembinaan kepala sekolah.
Gambar 1 Diklat PKB KS/M SD/MI
Saat ini telah ada sekitar 300 kabupaten/kota yang sedang menyelenggarakan kegiatan ini. Tahun 2014 telah dibuat Memarandum of Understanding (MoU) antara Kemdikbud, Pihak Australia dan Bupati/Walikota untuk menyelenggarakan program in yang menurut rencana akan dijalankan selama 3 tahun ke depan, sampai tahun 2016. Dalam MoU ini Bupati/Walikota berkomitmen tidak akan memindahtugaskan kepala sekolah maupun pengawas yang mengikuti program ini hingga tahun 2016.
Program pelatihan PKB yang diimplementasikan pertama ini adalah paket kepala sekolah level I yang terdiri dari 7 Bahan Pembelajaran Utama (BPU). Tahun 2014 ini pemerintah menjalankan 2 paket BPU yakni 1 BPU wajib dan 1 BPU Pilihan. Khusus BPU wajib ditetapkan adalah BPU Kurikulum, sedang BPU pilihan diserahkan kepada kebutuhan Kepala Sekolah dan Sekolah yang akan mengimplementasikannya.
Dalam perjalanan pelatihan PKB ini ternyata terjadi perubahan kebijakan pemerintah, akibatnya materi yang dipelajari sebagian tak dapat lagi diimplementasikan di sekolah, karena pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk kembali kurikulum lama (Kurikulum 2006).
B. Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan diklat dari sudut pendang penilaian peserta diklat terhadap kinerja pelatihan PKB Kepala Sekolah/Madrasah Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau Tahun 2014.
C. Batasan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini permasalahan dibatasi pada pengukuran tingkat keberhasilan diklat melalui pendapat peserta diklat dalam diklat PKB Kepala Sekolah/Madrasah Tingkat SD/MI Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh LPMP Provinsi Riau.
II. Kajian Pustaka
A. Pendidikan dan Pelatihan dalam Dunia Pendidikan
Kegiatan pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan Cowling & Phillips James (1996:110) memberikan rumusan pelatihan sebagai: “perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan memadai”
Penyelenggaraan program pelatihan dapat bermanfaat baik untuk sekolah maupun guru. Menurut Sondang Siagian (1997:183-185) manfaat pendidikan dan pelatihan sekolah setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1) peningkatan produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; (5) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang efektif; dan (7) penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan manfaat pelatihan bagi guru, diantaranya : (1) membantu para guru membuat keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para guru menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya dorongan dalam diri guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5) peningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7) meningkatkan kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; (9) makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10) mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Selanjutnya, pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James (1996:110) mengemukakan pula tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau belajar. Dalam hal ini organisasi diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep yang akrab disebut systems theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar tetap hidup dan makmur. Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan mengembangkan suatu kemampuan untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam lingkungannya, yang memastikan bahwa trasformasi internal terus-menerus terjadi.
Dengan demikian, suatu organisasi atau sekolah yang mau belajar dapat dikatakan sebagai suatu organisasi yang memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk melakukan proses belajar dan terus-menerus mengubah dirinya sendiri. Salah satu wujud sekolah sebagai learning organization adalah adanya kemauan belajar dari para guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, dan salah satunya melalui kegiatan pelatihan. Dengan demikian, upaya belajar tidak hanya terjadi pada kalangan siswa semata.
B. Diklat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Kepala Sekolah/Madrasah
Pengembangan keprofesian berkelanjutan kepala sekolah adalah pelatihan profesional, pendidikan profesional, dan dukungan profesional (Bubb & Earley, 2008 ). Pengembangan keprofesian berkelanjutan kepala sekolah adalah kegiatan yang mengarah pada seluruh pembelajaran formal dan informal yang mampu meningkatkan kepala sekolah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (Bubb &C. Peran Kurikulum dalam Peningkatan Kualitas PendidikaEarley, 2008).
Fokus PKB kepala sekolah meliputi kebutuhan individual kepala sekolah , sekolah, lokal, regional, dan nasional (Bubb & Earley, 2008). Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dilaksanakan setelah Professional Development Need Analisys(PDNA) yang berlaku untuk calon kepala sekolah dan kepala sekolah. Tujuan PKB adalah: (1) membantu seseorang secara lebih efektif untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam pekerjaannya bagi yang bekerja dan lebih tinggi hasil belajarnya bagi yang belajar, (2) meningkatkan retensi (tidak minta berhenti bekerja) dan rekrutmen, (3) memberikan konstribusi positif terhadap etos kerja dan mampu memotivasi, (4) menciptakan masyarakat untuk belajar sepanjang hayat, (5) mewujudkan tanggung jawab seorang profesional untuk selalu meningkatkan keprofesiannya, (6) menghemat uang karena biaya merekrut dan menginduksi guru baru relatif mahal (Bubb & Earley, 2008).
Gambar 2 Diagram PKB Kepala Sekolah/Madrasah
Ruang lingkup program pengembangan keprofesian kepala sekolah berkelanjutan adalah pelatihan profesional, pendidikan profesional, dan dukungan profesional (Bubb & Earley, 2008). Contoh pelatihan profesional adalah kursus singkat, workshop, konfrensi, coaching dan mentoring, serta kegiatan lain yang lebih menekankan pada keterampilan. Contoh pendidikan profesional adalah kursus jangka panjang, studi lanjut yang menekankan pada pengetahuan, dan pengetahuan berbasis penelitian. Contoh dukungan profesional adalah kegiatan yang menekank an pada peningkatan pengalaman kerja dan kinerja (Bolam, 1993). Pada artikel ini dibatasi pada pelatihan profesional.
Kegiatan pengembangan keprofesian kepala sekolah berkelanjutan dapat pula berupa kegiatan pemeringkatan kepala sekolah, mengikuti bimbingan teknis, mengikuti kursus, mengikuti seminar, belajar mandiri, dan membuat karya tulis ilmiah, dan mempublikasikan karya tulis ilmiah. Jadi, pemeringkatan kepala sekolah hanyalah salah satu bentuk kegiatan pengembangan keprofesian kepala sekolah berkelan jutan. Adapun framework untuk CPD terkait dengan lisensi dan penilaian kinerja(performance appraisal) seperti Gambar 2.
C. Model Evaluasi Pelatihan
Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam program pelatihan. Evaluasi pelatihan lebih difokuskan pada peninjauan kembali proses pelatihan dan menilai hasil pelatihan serta dampak pelatihan. Evaluasi pelatihan memiliki fungsi sebagai pengendali proses dari hasil program pelatihan sehingga akan dapat dijamin suatu program pelatihan yang sistematis, efektif dan efisien. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan informasi mengenai hasil-hasil program pelatihan, juga memasukkan umpan balik dari peserta pelatihan yang sangat membantu dalam memperbaiki pelatihan tersebut.
Evaluasi pelatihan dilakukan dengan tujuan :
- Menemukan bagian-bagian pelatihan mana yang berhasil mencapai tujuan, serta bagian-bagian pelatihan mana yang kurang berhasil, sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan.
- Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan saran-saran dan penilaian terhadap program yang dijalankan.
- Memberikan masukan untuk perencanaan program.
- Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan penghentian program.
- Memberi masukan untuk memodifikasi program.
- Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat program.
Beberapa model evaluasi pelatihan antara lain :
- Model CIPP (Context, Input, Process, Product)
Model CIPP mrupakan model untuk menyediakan informasi bagi pembuat keputusan, jadi tujuan evaluasi ini adalah untuk membuat keputusan. Komponen model evaluasi ini adalah konteks, input, proses dan produk.
2. Model Empat Level
Merupakan model evaluasi pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh Donald. L. Kirkpatrick (1959) dengan menggunakan empat level dalam mengkategorikan hasil-hasil pelatihan. Empat level tersebut adalah level reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil.
Keempat level dapat dirinci sebagai berikut:
- Level 1: Reaksi
- Level 2: Pembelajaran
- Level 3: Perilaku
- Level 4: Hasil
3. Model ROTI (Return On Training Investment)
Model ROTI yang dikembangkan oleh Jack Phillips merupakan level evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah pelatihan dilaksanakan. Kegunaan model ini agar pihak manajemen perusahaan melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.
4. Model Evaluasi Summative
Evaluasi summatif hanya memperhatikan/membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dan hasil yang tercapai, apakah suatu program berhasil atau tidak, tanpa memperhatikan proses yang terjadi. Evaluasi summatif dilakukan dengan cara membandingkan antara tujuan awal dengan hasil akhir yang telah dicapai.
5. Model Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif, adalah evaluasi yang dilakukan terhadap proses yang terjadi, dengan tujuan untuk memberikan umpan balik bagi pelaksana program pelatihan.
III. Alur Penelitian
Penelitian ini menggunakan alur sebagai berikut :
Penelitian ini melakukan pengamatan dan pemantauan terhadap pelaksanaan pelatihan PKB Kepala Sekolah/Madrasah. Peserta yang terdiri dari Kepala Sekolah/Madrasah memiliki tingkat kejelian yang tinggi dalam mengamati proses pelaksanaan diklat. Maka pada saat akhir pelaksanaan diklat, peserta melakukan penilaian secara umum pelaksanaan diklat dari awal hingga akhir.
Pengamatan dilakukan selama pelaksanaan pelatihan PKB ketika dan In-2 yang diikuti sekita 36 orang peserta didik yang terdiri dari Kepala Sekolah/Madrasah. Mereka telah mengikuti secara penuh kegiatan PKB sehingga mereka lebih mengetahui dari awal hingga akhir kegiatan ini. Mereka merasakan bagaimana mendapat bekal teori tentang manajerial sekolah, bagaimana mempraktekkan di tempat tugas dan bagaimana mempresentasikan hasilnya ke dala, laporan hasil kegiatan.
Evaluasi pelatihan dilakukan melalui berupa Instrumen Evaluasi Pelatihan yang diberikan kepada peserta diklat. Instrumen ini berupa pendapat-pendapat peserta tentang pelaksanaan diklat. Butir pertanyaan meliputi antara lain :
- Struktur program pelatihan,
- Materi pelatihan,
- Waktu yang tersedia,
- Manfaat pelatihan,
- Mengapa bermanfaat,
- Saran dan masukan diklat.
IV. Hasil dan Pembahasan
Setelah menyebarkan instrumen dalam kegiatan diklat PKB Kepala Sekolah/Madrasah, maka instrumen diisi oleh peserta pelatihan yang berjumlah 36 orang peserta. Instrumen kemudian dikumpulkan kembali dan direkap ke dalam Program Aplikasi Microsoft Excel. Program dilakukan pengolahan dan analisis yang dikelompokkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah dirancang sebelumnya.
Hasil analisis terhadap hasil instrumen maka dapat dikelompokkan ke dalam topik-topik sebagai berikut :
- Struktur Pelatihan/pelaksanaan
Gambar 4 Grafik Struktur Pelatihan
Secara umum peserta pelatihan menilai bahwa struktur pelatihan sudah sangat baik. Mereka mengakui bahwa struktur pelatihan sudah sistematis dan cocok dengan materi dan kondisi peserta pelatihan setingkat Kepala Sekolah/Madrasah. Hasil penilaian peserta tentang struktur pelatihan ditunjukkan pada Gambar 3.
2. Materi
Gambar 5 Penilaian Materi Pelatihan
Ditinjau dari pendapat peserta pelatihan, materi pelatihan mendapatkan predikat sangat baik. Peserta mengakui materi pelatihan sangat baik dan relevan dengan tugas di sekolah.
3. Waktu yang tersedia
Gambar 6 Penilaian Waktu Pelatihan
Dalam hal waktu pelatihan peserta menilai bahwa waktu pelatihan mendapat predikat cukup. Peserta merasa waktu yang tersedia sangat terbatas untuk membahas materi-materi yang ada dalam BPU. Mereka harus maraton mengerjakan kegiatan-kegiatan yang cukup banyak dalam buku BPU, sehingga mayoritas mengusulkan penambahan waktu pelatihan.
4. Manfaat yang diperoleh
Gambar 7 Pendapat mengenaik manfaat yang diperoleh
Peserta merasa dengan pelatihan ini peserta mendapat manfaat yang paling besar dari sisi moril. Mereka menjadi sadar bahwa selama ini banyak hal-hal yang belum mereka lakukan. Mereka sering tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan. Setelah mereka mengikuti pelatihan baru mereka sadar bahwa banyak program sekolah yang harus dibuat.
5. Mengapa bermanfaat?
Gambar 8 Penilaian Mengenai Mengapa Bermanfaat
Pendapat peserta mengenai mengapa pelatihan ini bermanfaat, dari hasil analisis data ini banyak peserta merasa bahwa tingkat relevansi pelatihan ini sangat tinggi. Apa yang mereka terima dalam pelatihan memang sangat relevan dengan tugas mereka sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. Banyak yang tugasnya telah terbantu dengan pelatihan ini dan dokumen sekolah menjadi lengkap.
6. Saran/masukan
Gambar 9 Masukan dan Saran Peserta
Dari hasil analisis instrumen penelitian, ternyata masukan dan saran terbanyak adalah dala bidang waktu pelatihan. Masukannya secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
- Penambahan waktu pelatihan; mereka merasa kekurangan waktu dalam mengerjakann kegiatan-kegiatan yang ada dalam Buku BPU pada In Service Learning 1 (In-1). Pada kegiatan On The Job Learning (On) mereka juga merasa sangat terbatas melengkapi tagihan-tagihan yang diminta dalam buku BPU tersebut. Pada kegiatan In Service Learning 2 (In-2) peserta merasa relatif cukup.
- Waktu pelaksanaan pada akhir tahun; peserta merasa terkendala, karena banyaknya tumpang tindih kegiatan di akhir tahun anggaran. Sehingga kegiatan mereka merasa kurang optimal. Banyaknya program sekolah yang waktu itu berhimpit dengan ujian semester dan kenaikan kelas, program Dinas Pendidikan da program PKB itu sendiri sehingga kegiatan dirasakan kurang optimal. Mereka menyarankan yang akan datang sebaiknya kegiatan diselenggarakan di awal-awal tahun atau pertengahan tahun anggaran.
V. Penutup
A. Kesimpulan
Kepala Sekolah memegang peranan penting dalam menentukan kualitas suatu sekolah. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Kepala Sekolah/Madrasah SD/MI dirancang untuk membekali Kepala Sekolah/Madrasah memiliki kemampuan dasar dalam menjalankan operasional pendidikan di sekolah. Dari hasil analisis data penelitian, maka tingkat keberhasilan pelaksanaan diklat dari sudut pandang peserta seara umu diklat PKB Kepala Sekolah/Madrasah ini sudah baik.
Hal-hal yang perlu peningkatan dan perbaikan meliputi dua hal antara lain :
- Lama waktu pelaksanaan; diharapkan ada penambahan waktu pengejaan kegiatan-kegiatan dalam buku BPU.
- Tanggal pelaksanaan diklat, diharapkan tanggal pelaksanaan di awal atau pertengahan tahun anggaran, untuk menghindari tumpang tindih program dengan program lain.
Hal-hal lain yang mendapat apresiatif dari peserta diklat adalah materi yang sangat relevan dengan tugas sehari-hari di sekolah. Peserta merasa manfaat yang besar setelah mengikuti diklat ini dan mendapat keterampilan dasar untuk melaksanakan tugas sebagai kepala sekolah.
B. Saran
Pelatihan peningkatan kepala sekolah hendaknya dilakukan di saat jadwal kegiatan sekolah tidak terlalu padat yaitu di awal tahun atau pertengahan tahun anggaran. Perlu tambahan waktu untuk menekankan program dan pemantapan materi diklat pada kompetensi pemahaman peserta diklat perlu dilakukan setelah peserta melakukan praktek lapangan.
V. Daftar Literatur
- Anonymous, 2010, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Kepala Sekolah/Madrasah Tingkat SD/MI, Kemdikbud, Jakarta.
- Nasir, W., 2013, Membangun Motivasi Belajar Peserta Diklat, http://tarbiyahiainib.ac.id/dosen/artikel-dosen/417-membangun-motivasi-belajar-peserta-diklat.
- Anonymous, 2014, Bagaimana Cara Mengukur Efektivitas Pelatihan – Training SDM ?, http://pakarkinerja.com/bagaimana-cara-mengukur-efektivitas-pelatihan-training-sdm/.
- Anonymous, 2014, Metode – Metode Pengukuran & Evaluasi Training, http://peoplewit.com/metode-metode-pengukuran-evaluasi-training/.
- Ali S.T, dkk, 2014, Model Kirkpatrick Dan Aplikasinya, https://www.academia.edu/5612177/MODEL_KIRKPATRICK_DAN_APLIKASINYA.
- Ardie, R., 2014, Dampak Pendidikan Dan Pelatihan Profesi Guru Di Provinsi Banten, http://tpmuntirta.blogspot.com/2011/11/makalah-dampak-pendidikan-dan-pelatihan.html.
- Santoso, B., 2014, Evaluasi Pelatihan, http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=123:evaluasi-pelatihan&catid=64:pendidikan&Itemid=52&lang=id.